Form | Ep. 7 Meaning – Revianto B. Santosa

Bentuk adalah hal yang paling mudah untuk dikenali dari Arsitektur. Dengan segera begitu kita berada di depan suatu bangunan kita mencerap (perceive) bentuk. Di sisi lain, makna adalah hal yang paling mendalam sehingga memerlukan aktivitas mental dengan intensitas yang tinggi untuk dapat mengungkap makna suatu bentuk. Presentasi ini berupaya untuk menyajikan beberapa pendekatan yang dapat dilakukan untuk menghubungkan antara bentuk dan makna sehingga dapat memperkaya wawasan tentang kompleksitas hubungan antara keduanya.

Pedekatan GEOMETRIS RASIONAL. Pendekatan ini didasarkan pada kemampuan abstraksi suatu sosok menjadi bangun geometris tertentu yang dapat dipahami sebagai suatu keteraturan rasional. Keteraturan ini memiliki beragam dimensi, seperti abstraksi ideal (Plato), estetis-antropomorfis (Corbusier) dan universal harmony (Alberti)

Pendekatan ANTROPOMORFIS. Pendekatan ini didasarkan pada ketubuhan diri manusia yang mendudukkan tubuh sebagai skema untuk memahami semesta, di antaranya memahami bentuk arsitektur. Pendekatan ini memiliki beragam relasi. Facial pareidolia, misalnya, yang memahami wajah sebagai hal yang utama yang tercermin dalam segala sesuatu. Pembagian kepala-badan-kaki dan pemahaman arsitektur yang phallocentric juga merupakan salah satu relasi penting.

Pendekatan WATAK. Pendekatan ini didasarkan pada watak atau kepribadian suatu kelompok yang terlembagakan dalam budaya dan terungkap dalam arsitektur. Mangunwijaya, misalnya, mendikotomikan antara watak Appolonik atau Arjuna yang tenang dan sublim dengan watak Dionisian-Rahwana yang dinamis dan energetik. Suatu suku bangsa dapat memiliki satu atau keduanya secara sekaligus.

Pendekatan ADAPTASI LINGKUNGAN. Pendekatan ini didasarkan pada kemampuan manusia untuk membangun relasi yang bermakna dengan lingkungannya. Pada tataran mendasar, pendekatan ini berasas pada filsafat Hidegger tentang “being in the word” diungkapkan dalam relasi “building dwelling thinking”. Filsafat ini kemudian dielaborasi secara komprehensif dalam wilayah arsitektur oleh Norberg-Schulz.  

Pendekatan HISTORIS[ISME]. Pendekatan ini didasarkan pada rujukan pada suatu [atau sekumpulan] objek historis yang dipandang memiliki kestabilan makna. Dengan kestabilan tersebut suatu objek menjadi rumusan bentuk dengan makna yang diyakini kemapanannya sehingga menjadi tipe yang dapat diacu senantiasa, sebagaimana argumen Leon Krier. Sisi kritis dari rujukan kesejarahan ini diajukan oleh Rossi  dengan konsepnya tentang “ingatan bersama”.

Pendekatan SIMBOLIS. Berbeda dengan Indeksikal dan Ikonik, Simbol dalam wliayah semiotika menekankan pada watak arbitrary-nya. Dengan watak tersebut perbedaan antar simbol menjadi penting dan diperlukan upaya terus menerus untuk memapankan relasi yang sebenarnya arbitrer tersebut.

Pendekatan IRONIS. Pendekatan ini menekankan pada prinsip bahwa apa yang terungkap berbeda jauh dari makna dibaliknya. Perbedaan ini bisa bersifat kebalikan atau justru membesar-besarkan apa yang ada.


Kuliah tanggal 28.08.2021, diisi oleh Revianto B. Santosa, moderator: Realrich Sjarief, host: Hanifah Sausan

Kuliah tanggal 28.08.2021, diisi oleh Revianto B. Santosa, moderator: Realrich Sjarief,


Panelis Menjawab

Q: Apa yang hal yang menarik di dalam kuliah Omah Library kali ini?

A: Form dalam Arsitektur itu memiliki spektrum yang sangat luas. Di satu sisi Form paling mudah dikenali dan diidentifikasikan. Di sisi lain Form menyandang kompleksitas yang luar biasa karena sifatnya yang multi-relasi, multi-representasi dan multi-interpretasi.

Q: Apa harapan bapak mengenai kuliah Bentuk yang akan diadakan?

A: Harapannya ya khalayak makin memahami spektrum tersebut sehingga lebih bijak dalam memahami suatu form.

Q: Kalau bapak punya pertanyaan mengenai bentuk, apa kira-kira yang ingin ditanyakan?

A: A: Ingin tahu sejauh mana form berkontribusi dalam penciptaan arsitektur yang baik.


Testimoni Peserta

Presentasi yg brilliant psk Revi…
Walau, saya semakin kuat melihat pergeseran, bhw sekarang Arsitektur lebih diterima sebagai sculpture berbanding sebuah ruang yg bermakna dan bernilai. Orang tidak lagi melihat estetika sebagai sebuah langkah aesthetic sebagaimana 🤬 runtutkan dlm form space and order, tapi lebih bersifat person desire.
Sculpturism

Sangat menanti rekaman ulang agar dapat lebih mempelajari, mendalami, dan memahami kembali mengenai bentuk. Diskusi yang menarik dan sukses dari tim OMAH, so proud!
Naafi, UA

Menggunakan bentuk yang sama dari tempat lain mengubah makna dari wujud yang lama terhadap wujud kloningnya. Ironis krn makin memberikan nilai dari bentuk asli, namun tak memberikan value kepada ‘copy’nya selain narasi komersial.
Form & Meaning: Pendekatan Ironis

Tentang form & meaning historis(isme). Ketika melihat slides contoh-contoh masjid Istanbul 1548 sampai masjid Pasar Minggu 2022 bagaimana masjid-masjid tersebut memiliki ‘ciri’ yg sama. Pemahaman yg dapat saya ambil bahwa, Secara historis banyaknya kejadian di masa lampau secara tidak langsung menentukan fenomena-fenomena sosio-kultur, yang karenanya mungkin menjadi musabab ‘cetakan’ atau bentukan dari masa ke masa. Atas dasar concern pada tradisi masa lampau tsb, produk-produk setelahnya dapat mengacu ke bentukan historis tersebut. Ini yang saya pahami dari tulisan Pak Revi tentang kestabilan makna yg dapat senantiasa diacu. Events of history, to relativizing of cultures. Terima kasih Omah dan Pak Revi khususnya, serta para penanggap atas paparan yg seru malam ini. Thumbs up
Nia Namirah Hanum


Berikut ini adalah transkrip diskusi yang terjadi pada saat berlangsungnya kelas wacana Form pada 08.09.2020, diisi oleh Revianto B. Santosa, moderator: Realrich Sjarief, host: Hanifah Sausan



Pembicara

Revianto B Santosa

Revianto Budi Santosa bercita-cita menjadi dalang sebelum akhirnya mempelajari arsitektur di Universitas Gadjah Mada Yogyakarta, Universitas McGill MontrÈal, dan Institut Teknologi Sepuluh November Surabaya. Sejak tahun 1992 mengajar di Jurusan Arsitektur Universitas Islam Indonesia. Bapak dua anak ini menulis buku Kotagede: Life between Walls; Trusmi: Berarsitektur yang Tak Abadi; Omah: Membaca Makna Rumah Jawa; dan Kudus: Sepenggal Yerusalem di Tanah Jawa. Saat ini sedang menyiapkan buku Spirituality in Space: The Architectural Legacy of the Wali in Java.


Beberapa kelas [Judul Kelas] lainnya bisa diakses di bawah ini:

Form | Ep. 6 Philosophy – Johannes Adiyanto

Bentuk dan Ruang adalah hal yang selalu menjadi pemikiran arsitek dan calon arsitek. Hari-hari selalu berkutat tentang menata ruang dan menggubah bentuk. Mari kita sedikit menurunkan ritme hidup yang berkejaran dengan waktu, menurunkan denyut nadi dan mencoba menyadari proses penciptaan bentuk di keseharian kita serta mencoba memahami konsekuensi-konsekuensinya. Bagaimana bentuk…

Form | Ep. 5 Culture – Boonsarm Premthada

There is more than just the human race in this world, but other creatures and nature as well. By caring for our surroundings, we can learn how to be humane, not to put humans at the center of everything, and listen to things around us. Boonsarm Premthada will join OMAH…

Form | Ep. 4 Critique – Setiadi Sopandi

Kelas keempat ini mendefinisikan kritik sebagai sub-bagian dari sebuah “ekosistem” sebagai sebuah praktek, disiplin, dan sebuah rumpun kebudayaan. Untuk itu, arsitektur tidak lagi dilihat sepihak oleh pelakunya (arsitek, pendidik, dan calon arsitek) tetapi juga diposisikan sebagai sebuah rumpun kebudayaan yang melayani banyak pihak—klien, pengguna, masyarakat umum, dan pemerintah. Untuk itu,…

Loading…

Something went wrong. Please refresh the page and/or try again.

Leave a Reply

Fill in your details below or click an icon to log in:

WordPress.com Logo

You are commenting using your WordPress.com account. Log Out /  Change )

Twitter picture

You are commenting using your Twitter account. Log Out /  Change )

Facebook photo

You are commenting using your Facebook account. Log Out /  Change )

Connecting to %s