3. Oksidental Posmodern
Manusia menciptakan sejarah sebagai penanda zamannya; dan peradaban demi peradaban menuliskan narasi sejarahnya masing-masing hingga tiba era merkantilisme yang segera disusul oleh kolonialisme dan imperialisme (atau era globalisasi 1.0?). Tumbukan budaya bagi pribumi di ‘dunia baru’ (Amerika/Australia) berakhir dengan genosida yang nyaris menghapus keseluruhan peradaban mereka dari muka bumi.
Pun demikian, apa yang terjadi pada abad ke-16 hingga 19 bukanlah sekedar peperangan dengan motif perluasan wilayah kekuasaan yang jamak terjadi di era-era kerajaan/kekaisaran/kesultanan sebelumnya. Lebih dari itu, era ini adalah awal dari peningkatan taraf hidup manusia melalui eksploitasi bumi seisinya. Era yang dengan segera bermetamorfosa menjadi penguasaan superbody geopolitik pada pertengahan abad ke-20, dan operasi kapitalisme finansial berskala transnasional hanya 2 dekade setelahnya.
4. Spekulasi Dekonstruksi
Dekonstruksi yang berakar dari konsep Destruktion Martin Heidegger berawal sebagai sebuah cara membaca sejarah metafisika, kemudian dipakai untuk melakukan tafsir teks sastra, teologi, dan akhirnya menjadi sebuah gerakan filosofis.
“il n’ya a pas de hors texte”
(Tak ada sesuatu di luar teks)
Pernyataan Derrida ini menjadi salah satu aksioma penggerak postmodernisme Ketika segala sesuatu diperlakukan sebagai teks dan karenanya menjadi obyek tafsir, tafsir Kembali dan akhirnya terbuka pada kemungkinan multitafsir. Hal ini yang mengakibatkan terjadinya banyaknya spekulasi spekulasi dekonstruktif pada berbagai hal yang dilihat sebagai teks, begitu juga “kisah” arsitektur.
Namun, konsep kedua dari dekonstruksi kemungkinan menjadi rem bagi gelindingan bola salju Dekonstruksi, yaitu (un)translatability. Bahwa seluruh kata dalam teks begitu terikat dengan konteks sehingga ada hal hal yang tidak mungkin diterjemahkan
Testimoni Peserta
cukup menarik karena memberikan informasi sejarah posmodern dan dekonstruksi berlangsung begitu juga karya-karya yang tersaji yang begitu unik sehingga memberikan keberagaman dalam arsitektur dan menjadi salah satu perspektif dalam gaya arsitektur yang berkelanjutan hingga saat ini.
Ignatius Guidos Simbolon
Terima Kasih, untuk pemateri dalam memperkaya wawasan dan pengetahuan terkait tema yang dibahas
Eko Adityawan T. Zees
keluar dari zona nyaman (benar dan salah) menuju produksi pengetahuan kolektif adalah koentji 🙂
Nuruddin Al Akbar
bagus sekali
Rinto Katili
Sangat menginspirasi dan menambah wawasan
Ahda Mulyadi
menarik membuka wawasan dan menambah referensi
Maria I Hidayatun
Altrerosje A. Ngaswoto
Altrerosje A. Ngaswoto menyelesaikan S1 pada thn 1995 di Institut Teknologi Sepuluh Nopember dengan Tugas Akhir dengan dekonstruksi sebagai pendekatan desain dan S2 thn 2004 di Institut Teknologi Sepuluh Nopember dengan kajian teks tentang proporsi ruang dalam Alkitab, yang kemudian menjadi titik tolak kegundahan untuk terjun ke dunia akademisi pada tahun 2005 dengan bergabung menjadi…
Eka Swadiansa
Eka Swadiansa adalah principal dari Office of Strategic Architecture (OSA), founding member Global University for Sustainability (GU) dan kurator SPIRIT_45/47/55. Sebagai kurator; ia telah mengkurasi roundtable arsitektur di the Rise of Asia 2018 (Universite Paris 1 Pantheon Sorbonne & Universite Le Havre du Normandie), SPIRIT_45 (Sinar Fontaine Bartholdi, Lyon & ENSA Paris La Villette, 2018)…