Summary | Tua-Tua Kakatua Season 2 Ep. 6 TSP -TACB with Bambang Eryudhawan

Bambang Eryudhawan dikenal sebagai tokoh arsitektur Indonesia berkat peran pentingnya dalam melestarikan warisan budaya dan arsitektur. Keterlibatannya yang luas mencakup berbagai badan arsitektur penting serta upaya pelestarian, menjadikannya sumber pengetahuan yang sangat berharga bagi generasi muda. Di awal sesi, Lulu menyoroti kontribusi beliau dalam forum arsitektur dan badan regulasi, yang menekankan pentingnya pengalaman beliau bagi arsitek kontemporer. Hal ini membuka wawasan tentang bagaimana Pak Bambang tidak hanya dikenal di kalangan praktisi, tetapi juga menjadi inspirasi bagi banyak arsitek muda yang tengah mengembangkan karirnya.

Pada kelas Tua-Tua Kakatua yang diadakan pada Minggu, 24 November 2024, Bambang Eryudhawan membagikan pengalaman beliau dalam perjalanan dunia cagar budaya. Melewati proses belajar urban desain dan tata kota, Bambang tertarik pada kepengurusan cagar budaya yang kemudian membawanya ke ranah profesi. Dalam sesi tersebut, beliau menyampaikan, “Apa yang kita capai hari ini tidak lebih dari sebuah upaya mengumpulkan pengalaman.” Pesan ini menekankan pentingnya untuk terus mengasah ilmu pengetahuan, mengumpulkan pengalaman, dan bekerja keras. Tidak hanya menguasai, namun juga menerapkan serta berbagi dengan orang lain, yang menjadi inti dari filosofi hidup dan profesinya.

Pak Bambang memulai presentasinya dengan membahas pentingnya pelestarian arsitektur dan peran arsitek dalam menjaga integritas sejarah. Ia menekankan bahwa pelestarian warisan budaya tidak hanya sekadar memelihara bangunan lama, tetapi juga memastikan bahwa bangunan tersebut dapat memenuhi kebutuhan kontemporer sambil tetap mempertahankan nilai historisnya. Dalam diskusinya, beliau menyampaikan berbagai contoh proyek pelestarian yang pernah beliau ikuti, yang mencerminkan tantangan sekaligus keberhasilan yang dihadapi dalam upaya ini.

Salah satu pengalaman penting dalam perjalanan karier Bambang adalah proses pembuatan Tugas Akhir yang berjudul Benteng Vastenburg. Tugas akhir tersebut diselesaikan dengan penuh perjuangan, dibimbing oleh Pak Slamet, Pak Danisworo, dan Pak Yuswadi, yang memberikan arahan dan dukungan hingga proses sidang selesai. Setelah lulus dengan nilai B, Bambang terus memperluas wawasan dan pengalaman dalam dunia pelestarian arsitektur. Salah satu langkah penting yang diambilnya adalah bergabung dalam tim penasihat pelestarian gedung eks De Javasche Bank (DJB) Bank Indonesia, yang rencananya akan diubah menjadi museum. Kini, gedung tersebut telah bertransformasi menjadi museum yang sangat bernilai.

Pengalaman Bambang semakin berkembang setelah bertemu dengan Mas Aji, yang membawanya untuk bekerja bersama dalam mengelola gedung tua selama hampir dua hingga tiga tahun. Pada tahun 2001, beliau bergabung dengan tim sidang pemugaran DKI Jakarta, yang semakin memperkaya pengalamannya di bidang ini. Tak lama setelah itu, Bambang diajak mendirikan Pusat Dokumentasi Arsitektur, sebuah lembaga yang memiliki peran penting dalam pelestarian arsitektur Indonesia. Dalam perjalanan kariernya, Bambang selalu mengingat satu prinsip yang ia pegang teguh: “Saat muda masih haus pengetahuan, jangan menolak kesempatan.” Prinsip inilah yang membantunya tetap eksis dan berkontribusi pada pelestarian arsitektur Indonesia hampir dua dekade lamanya.

Proyek yang Dikerjakan
Beliau terlibat dalam berbagai proyek pemugaran dan pelestarian bangunan bersejarah, yang mencakup berbagai situs penting di Indonesia. Proyek-proyek tersebut meliputi restorasi dan pelestarian gedung-gedung bersejarah, antara lain Bank Indonesia, Hotel Indonesia, Museum Nasional, dan Museum Multatuli. Beliau juga turut berperan dalam pemindahan Patung Pahlawan serta pelestarian 4 rumah pengasingan pahlawan nasional. Selain itu, proyek pemugaran lainnya termasuk Rumah Banda, Gedung AA. Maramis di Jakarta, serta revitalisasi Kawasan Kota Lama Medan dan Galeri Nasional. Di Semarang, beliau merancang pelestarian Rumah Oei Tiong Ham, dan di beberapa lokasi lainnya, beliau terlibat dalam audit museum serta restorasi Museum Nasional. Semua proyek ini bertujuan untuk menjaga warisan sejarah dan budaya Indonesia.

Langkah-langkah Pemugaran
Proses pemugaran bangunan bersejarah membutuhkan langkah-langkah yang sangat hati-hati dan mendalam. Langkah pertama adalah mempelajari sejarah bangunan tersebut untuk memahami nilai historis dan kulturalnya. Selanjutnya, dilakukan penelitian mendetail mengenai kondisi eksisting bangunan, guna mengetahui bagian mana yang perlu diperbaiki atau dipertahankan. Setelah itu, dilakukan perancangan pemugaran dengan penuh kehati-hatian agar hasil akhirnya tetap mencerminkan keaslian bangunan. Selain itu, penting untuk memastikan bahwa bangunan yang telah dipugar tetap kuat dan kokoh untuk bertahan di masa depan. Terakhir, pemugaran harus menghasilkan bangunan yang tidak hanya berfungsi dengan baik tetapi juga indah secara visual, menjaga keseimbangan antara fungsionalitas dan estetika.

Proses Pemugaran
Dalam pelaksanaan pemugaran, ada dua prinsip utama yang diikuti. Pertama, pemugaran dimulai dari atas ke bawah. Pendekatan ini memastikan bahwa struktur atap dan elemen struktural utama diperiksa dan dipugar terlebih dahulu, agar tidak membebani bagian bawah. Kedua, proses dimulai dari luar ke dalam, dimana elemen luar bangunan, seperti fasad dan dinding, diprioritaskan untuk mendapatkan perhatian lebih awal, baru kemudian bagian dalam yang lebih sensitif. Dengan kedua prinsip ini, proses pemugaran berjalan sistematis dan terstruktur, mengutamakan keselamatan dan kualitas hasil akhir.

Notes:

  • Lebih baik dipertahankan daripada diperbaiki, jadi jika ingin memperbaiki namun tidak tahu caranya, jangan dilakukan, nanti malah lebih rusak.
  • Lebih baik diperbaiki daripada diganti, fokus pada bagian yang perlu perbaikan.
  • Lebih baik diganti daripada dimusnahkan, lihat mana yang perlu diganti.
  • Bahan asli lebih baik dari bahan baru, walaupun rusak.
  • Pastikan dapat mempertahankan keaslian bentuk meski tidak bisa mempertahankan bahan.
  • Penguasaan estetika sangat penting, namun aspek keandalan bangunan tetap harus dipenuhi.
  • Peka terhadap referensi dan penuhi inspirasi dari setiap proyek.

Sesi beralih menjadi segmen tanya jawab interaktif, di mana anggota audiens terlibat dengan Pak Bambang, membahas berbagai topik yang terkait dengan pelestarian arsitektur dan warisan budaya. Pertanyaan muncul mengenai peran organisasi seperti UNESCO dalam melestarikan warisan budaya dan dampak tata kelola lokal terhadap keputusan pelestarian. Bambang menyerukan pentingnya keterlibatan dan kesadaran masyarakat dalam menjaga warisan budaya, dengan seruan agar arsitek mengadvokasi pelestarian dalam konteks lokal mereka.

Tanggapan:

Lu’luil Ma’nun: Saya mau tanya, tadi bapak bilang semua itu diperbolehkan, kecuali yang tidak boleh. Dalam proses pemugaran, hal yang diperbolehkan itu berasal dari otoritas siapa?

Bambang Eryudhawan: Dari kasus di Jakarta, yang menentukan boleh atau tidak adalah tim sidang pemugaran, selaku perwakilan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, dengan membawa amanat undang-undang cagar budaya dan semua turunannya. Di mana diskusi dilaksanakan bersama tim ahli pelestarian.

Yuswadi Saliya: Kita sering berpedoman pada Burra Charter di Ikomos, di situ ada butir ketetapan yang mengatakan perlu dikenali cultural significance, mungkin ini studi kontekstual ya. Bagaimana menetapkan sebuah karya itu cultural significance? Apakah perlu ada studi tambahan?

Bambang Eryudhawan: Adaptive use merupakan upaya menghidupkan kembali bangunan yang sudah tidak berguna untuk mendapatkan kehidupan yang baru. Namun hal ini seringkali berbenturan dengan rekan-rekan arkeolog. Adaptive use bisa menunjang kebutuhan, namun tugas kita tetap mengelola visualnya.

Pertanyaan:

Arifin Hasbi:
Apakah Rumah Sakit Samarinda merupakan cagar budaya?

Bambang Eryudhawan:
Penetapan suatu bangunan sebagai bersejarah tidak semata-mata ditetapkan secara formal oleh pemerintah untuk menjadi bangunan cagar budaya. Namun, bisa juga oleh komunitasnya sendiri yang menyatakan bahwa bangunan tersebut sudah menjadi bagian dari memori kolektif masyarakat kota tersebut. Tidak semua harus formal, meski sekarang makin sering pendekatan formal yang digunakan. Ada peran politik dan sosial budaya yang menentukan nasib aset budaya di kota tersebut.

Jolanda Atmadjaja:
Pertama, apakah ada pengalaman metafisik?
Kedua, bagaimana batasan sikap antara arsitek dan arkeolog, sejauh mana keterlibatan UNESCO dalam menentukan sebuah keputusan?

Bambang Eryudhawan:
Ada pengalaman metafisik yang hanya bisa dirasakan, salah satunya saat saya di tim sidang pemugaran Gedung Pancasila. Itu kali pertama saya masuk ruangan dan merasakan suasana yang menggetarkan. Secara fisik dan nonfisik, seolah-olah Bung Karno ingin berbicara. Namun, UNESCO hanya memberi label, sementara biaya dan penyelenggaraan membutuhkan peran orang-orang yang bekerja keras. Jika itu monument mati seperti candi, peran arkeolog lebih dominan, tapi jika sudah masuk ke living monument, arsitek lebih dominan. Peran arkeolog seperti rem, sementara arsitek adalah gas, namun pengemudinya harus tetap hati-hati.

Arlyn Keizia:
Saya ingin bertanya secara personal mengenai alasan Pak Bambang memilih terjun ke cagar budaya karena memahami porsinya. Bagaimana cara memilih jalan ini?

Bambang Eryudhawan:
Berangkat dari pengalaman di sekolah arsitektur, kita pasti ingin menjadi berbeda dan berprestasi. Proses studio memang mendorong kita menjadi berbeda, namun tidak semua orang bisa. Ada yang sadar diri dan memilih jalan lain, atau ada yang frustrasi dan keluar. Pada akhirnya, teman-teman baik akan menjadi tempat perenungan yang membantu kita menentukan arah.

Diskusi yang menarik ini memberikan banyak inspirasi, serta menekankan pentingnya sinergi antara arkeolog dan arsitek. Kelas ini memberikan wawasan untuk terus berusaha memahami dinamika bangunan cagar budaya di Indonesia, serta kepentingan regional lainnya. Diskursus ini terjadi secara nyata di OMAH Library, dengan diskusi antar generasi yang selalu bertanya dari berbagai sudut pandang. Sesi diakhiri dengan ringkasan poin-poin utama yang menegaskan kembali pentingnya pelestarian arsitektur dalam menjaga identitas budaya. Pak Bambang mengungkapkan harapan untuk kolaborasi masa depan antara arsitek dan pelestari guna memastikan kelestarian warisan arsitektur Indonesia.

Acara yang berlangsung selama dua jam ini ditutup dengan info singkat terkait kelas-kelas yang akan datang dan sesi dokumentasi. Selamat menyaksikan videonya di kanal Youtube Omah Library.



Tentang OMAH Events lainnya di bawah ini:

Something went wrong. Please refresh the page and/or try again.

Leave a comment