Rangkuman oleh Maria Angela Rowa
Dirangkum dari kuliah tanggal 2.12.2021, diisi oleh Yulianto Purwono Prihatmaji, moderator: Realrich Sjarief, host: Satria A Permana
Yulianto Purwono Prihatmaji adalah seorang dosen arsitektur di Universitas Islam Indonesia, yang telah menempuh strata 1 di Universitas Islam Indonesia tahun 1998, strata 2 di Institut Teknologi Bandung tahun 2003, dan strata 3 di Kyoto University tahun 2013 silam. Selain aktif sebagai dosen, ia juga sebagai Ketua Pengelola Bambooland Indonesia, salah satu program untuk melestarikan dan memberdayakan bambu di Indonesia.
Pada sesi kelas Genesis of Design Method, Yulianto P. Prihatmaji membagikan dasar pemikiran program-program yang telah ia kerjakan sebagai sebuah senyawa desain. Senyawa desain adalah bagaimana berpikir arsitektur dengan beberapa pendekatan dalam skala makro, meso, mikro. Ada tiga pendekatan: pertama, pendekatan HEXA HELIX, pendekatan ini terdiri dari 6 aspek yaitu university, government, community, NGO/NPO, business, dan media. Kemudian ada pendekatan QUADRIALISM dan DISASTER RESPONSE yang mana bila pendekatan ini dilakukan dengan tidak hati-hati maka 6 aspek tadi akan saling bermusuhan sehingga aktivitas mengajar, meneliti, mengabdi, serta berpraktik arsitektur tidak berjalan selaras. Pendekatan ini diwujudkan dalam empat gagasan yaitu Dukuh Institute, Sekolah Lurah, Bambooland Indonesia, dan SETON.
Dukuh Institute diinisiasi oleh Jurusan Arsitektur Universitas Islam Indonesia pada tahun 2013 akhir. Terinspirasi dari sekolah para calon walikota Mayor Institute di Amerika, Dukuh Institute dibentuk sebagai ruang diskusi para calon dukuh untuk pengembangan wilayahnya. Kemudian sekolah ini berkembang menjadi cikal bakal Sekolah Lurah pada tahun 2014. Sekolah Lurah adalah sekolah untuk para lurah dengan program utamanya melakukan pendampingan dan pengembangan kawasan perdesaan atau wilayah desa-kota oleh sindikasi teman-teman dari akademisi, para politisi, dll. Pada tahun 2016, Sekolah Lurah mendapatkan hibah Australia Awards in Indonesia (dari Pemerintah Australia) pada program Bambooland Indonesia. Bambooland merupakan kolaborasi antara komunitas dengan kampus didukung oleh pemerintah daerah. Ada pula SETON untuk mendukung program tersebut. SETON atau Sekolah Tukang Nusantara adalah sekolah untuk menginisiasi pengetahuan bambu dari pengalaman tukang di berbagai daerah di Indonesia, turut mendokumentasikan pengetahuan tukang, mengelaborasi pengetahuan tukang, sehingga kita bisa mempelajarinya lagi dengan teknologi terkini.
Bambooland adalah perusahan sosial untuk masyarakat, yang menerima workshop dan mahasiswa yang belajar. Ada juga kegiatan seperti arisan bambu, Bamboo Festival, Bamboo Tracking, Forest Bathing (contohnya di Jepang, mereka suka forest bathing karena kadar oksigennya tinggi, yang kita jual susasananya, jadi tidak merusak lingkungan). Selanjutnya, Jogja International Heritage Walk, desain skala meso, di titik tertentu ada beberapa fasilitas dan bisa menjadi alternatif pemasukan ekonomi. Kemudian Cullinary Diplomacy, tidak ada hubungannya dengan arsitektur, tetapi bisa mengembangkan desain tata boganya. Ketika bambu menjadi branding di suatu lokasi, menjadi waralaba gagasan, di sini senyawa desainnya tidak nampak kelihatan, sudah sangat halus.
Terdapat empat tahap BAMBOO CULTURE. Pertama, Bamboomind, bambu yang sudah tertanam di benak masyarakat, ini yang perlu kita gali, seperti masyarakat di Toraja, Maluku Utara, Sukabumi, Garut, dan Batak (Sumatera). Kedua, Bamboology, pengetahuan bambu yang ada di masyarakat. Ketiga, Bamboolicious, ketika dia sudah merasa nyaman, safe, teknologinya berkembang, maka habit-nya akan meningkat. Terakhir, Bambooism(e) ketika dia sudah sangat melekat menjadi bambooisme, bisa menyampaikan dengan model, tradisi kuat. Kita belajar dari China, Vietnam, Kyoto-Jepang, beberapa kota di Jawa, bagaimana bambu ini berpengaruh di kehidupan masyarakat. Empat ruas pengetahuan ini (mind, logy, licious, ism) cocok dengan empat tata kala bambu yaitu born (tunas), hope (rebung), growing (kembang), sustain (rumpun) yang berkesinambungan dengan Senyawa Desain: discover, create, prototype, implement.
Keempat gagasan tersebut (Dukuh Institute, Sekolah Lurah, Bambooland Indonesia, dan SETON) bertujuan untuk mengajar, meneliti, mengabdi, dan berpraktik arsitektur. Sekolah menjadi wadah untuk berdiskusi desain, merancang, dan membangun senyawa desain di desa sehingga desa menjadi mandiri, mengetahui potensi diri sendiri.