Kelas ini akan menelusuri khazanah arsitektur vernakular, etnik, dan/atau Nusantara melalui peristiwa-peristiwa sejarah, cara pandang yang mungkin akan membuat kita mempertanyakan ulang asosiasi karya-karya arsitektur di dalamnya dengan berbagai karakteristik seperti lokal, asli, anonim, spontan, tradisional, dan lain sebagainya. Berfokus pada abad ke-20, saya akan membahas bagaimana produksi arsitektur tersebut berkelindan dengan tiga arus penting dari sejarah modernisasi: kolonialisme, nasionalisme/negara, dan turisme.
Berbagai bangunan yang akan saya telaah antara lain paviliun Belanda di Eksposisi Kolonial di Paris 1931, paviliun Indonesia di New York World’s Fair 1964-65, Taman Mini Indonesia Indah, dan bangunan perhotelan di Bali. Alih-alih mengkutubkan dikotomi Indonesia dan Barat, berbagai contoh tersebut akan memperlihatkan kompleksitas relasi antara arsitektur vernakular dan modernitas.
Testimoni Peserta
Arsitektur dan Seni Rupa. Sebenarnya arsitektur juga merupakan seni merancang, pada beberapa sekolah tidak ditemukan arsitektur sebagai bagian dari teknik yang sangat kuantitatif, tetapi lebih sebagai gabungan antara fisik dan seni. Oleh sebab itu arsitektur tidak akan lepas dari seni, terutama seni rupa, terutama pada bentuk.
-Ahda Mulyati-
Materi sangat bagus, belum pernah dibahas sebelumnya
-Khairunnisa Liummah-
Materi yang disampaikan Mas Bayu Genia Khrisbie sangat menarik, ringkas membabar sejarah panjang pertautan seni rupa dan arsitektur dalam sebuah paparan yang padat. Memberi gambaran yang cukup komprehensif dan (sedikit) provokatif. Terimakasih!
-Ayos Purwoaji-
Bagus mengedukasi
-Vincentius Kennard Ganiadi_
Dari sejarah, terlihat arsitektur tidak bisa terpisah dari dunia seni rupa, beririsan, batas tegas terkadang tak bisa ditegakkan kaku.
-Yusli Munir-
OMAH Akademi 