Speaker: Revianto Budi Santosa
Moderator: Realrich Sjarief
Host: Satria A Permana
Lecture Notes: Amelia M Djaja
Video Editor: Muhammad Farhan Nashrullah
Was live 03.07.2020
Menceritakan Arsitektur & Mengarsitekturkan Cerita
“Those who tell the stories rule society”
—Plato
Cerita adalah bagian penting dari kemanusiaan kita. Harari meyakini bahwa ciri terpenting manusia adalah bahasa dan kemampuan bahasa yang terpenting adalah untuk bercerita. Dengan bahasa kita bisa menyebut segala sesuatu di sekitar kita, tapi dengan bahasa juga kita bisa mengkomunikasikan bahkan meyakinkan orang lain tentang hal-hal yang tak serta merta dapat kita saksikan.
Dengan berbagi cerita maka manusia dapat menggalang solidaritas, menjalin kerjasama, serta membangun cita-cita dan idealita bersama. Budaya, bangsa dan agama adalah di antara gagasan-gagasan abstrak yang terbentuk karena kemampuan bercerita. Arsitektur menjadi perlu dibahasakan sebagai cerita ketika dia melampaui batas-batas kesehariannya. Suatu rumah bisa membuat penghuninya kerasan, tanpa perlu diceritakan kepada orang yang memang sehari-hari di situ. Tapi ketika penghuni ingin meyakinkan tentang perasaan kerasan itu kepada mereka yang tak pernah melihat dan menginap di dalamnya maka cerita diperlukan.
Sejumlah moda dalam membangun cerita arsitektur antara lain: a) figuratif, memberikan gambaran wujud; b) sensasional, memberikan gambaran perasaan; c) fiksional, memberikan gambaran imajinatif; atau d) representasional, memberikan gambaran tentang sesuatu selain rumah atau objek itu sendiri.
Arsitektur dapat menginspirasi cerita, namun cerita juga dapat menginspirasi arsitektur. Relasi timbal balik ini lah yang memungkinkan “cerita arsitektur” menjadi kaya dan beragam. Namun demikian, arsitektur tetap bukanlah entitas linguistik naratif karena arsitektur memiliki alur yang jauh lebih kompleks ketimbang cerita, serta arsitektur melibatkan pengalaman-pengalaman non-verbal yang tak sepenuhnya dapat diceritakan.