Speaker: M Nanda Widyarta
Moderator: Realrich Sjarief
Host: Satria A Permana
Lecture Notes: Amelia M Djaja
Video Editor: Kirana A Garini
Was live 05.06.2020
Apakah kritisisme itu? Apakah kegunaannya dalam arsitektur? Bagaimana kita melakukan kritik yang baik? Adakah parameter yang jelas untuk menilai sesuatu?
Kita kerap salah dalam memahami kritisisme. “Mengkritik” kerap kita anggap sebagai “menyerang,” “mencela,” atau “menghantam” lawan debat kita. Kesalah pahaman ini perlu diluruskan. Kritisisme adalah salah satu unsur dari tritunggal sejarah—teori—kritisisme. Kritisisme, menurut salah satu pengertian yang ditawarkan oleh Kamus Cambridge, adalah “a careful discussion of something in order to judge its quality or explain its meaning.” Melalui kritisisme kita dapat membahas karya-karya arsitektur secara diskursif. Pembahasan diskursif semacam itu akan sangat bermanfaat dalam pengembangan arsitektur sebagai sebuah disiplin.
Pada sesi ini, kita akan memulai dengan kritisisme yang tradisional, yakni kritisisme model Kant yang mengasumsikan adanya obyektifitas, terkait dengan sensus communis, di antara para pengamat. Jika kita mengambil model Kantian, maka pertanyaannya: apakah yang dapat kita anggap sebagai patokan/parameter untuk menentukan keobyektifan pengamatan—dan kritisisme—kita? Hegel, misalnya, mengusulkan zeitgeist sebagai patokan tersebut. Marx, yang merujuk kepada Hegel, mengusulkan pertentangan antar kelas sosial sebagai patokan itu.
Lalu, ada model kritisisme pasca-strukturalisme. Ini lebih kompleks. Kritisisme model Kantian mencoba untuk menilai sesuatu (misalnya sebuah karya arsitektur) berdasarkan patokan tertentu. Sedangkan kritisisme model paska-strukturalisme justru bertujuan untuk mempertanyakan dan “menggoyahkan” patokan tersebut melalui sebuah kasus (misalnya sebuah karya arsitektur).