#kelasOMAH
Membicarakan denah adalah soal berempati—bukan hanya pada klien, tapi juga pada lingkungan dan berbagai kebutuhan yang tak selalu mudah untuk dirumuskan. Denah bukan sekadar gambar ruang, melainkan hasil dari pemikiran yang matang. Di dalamnya ada pertimbangan sirkulasi yang jelas, pemisahan area publik dan privat, efisiensi penggunaan ruang, efektivitas biaya, serta dampak teknis dan sosial yang mungkin muncul di kemudian hari. Semua itu perlu dipikirkan sejak awal agar kesulitan yang bisa dihindari tidak muncul di masa depan.
Kali ini kami ingin berbagi tips dan pendekatan dalam merancang denah yang tidak hanya mudah dipahami, tapi juga efisien, efektif, dan sesuai konteks. Desain harus memperhatikan kondisi iklim, curah hujan, kebiasaan pengguna, serta proses kreatif yang tetap memiliki batas dan tujuan yang jelas.
Penting untuk memahami bahwa setiap garis dalam denah punya konsekuensi biaya. Misalnya, jika ada kolom di tengah ruang, perlu dipikirkan secara menyeluruh—apakah kolom itu memang elemen struktural yang wajib ada? Apakah ia punya makna arsitektural tertentu? Atau justru bisa dipindah agar biaya lebih efisien dan ruang terasa lebih lega? Pertanyaan-pertanyaan seperti ini juga mengarah pada desain yang lebih berorientasi pada manusia. Ruang tidak hanya digunakan, tapi harus bisa dialami. Maka, memahami pola hidup, nilai-nilai, dan kebiasaan pengguna adalah bagian penting dari proses perancangan.
Selain itu, denah juga menunjukkan bagaimana bangunan merespon lingkungan. Faktor seperti arah matahari, angin, ventilasi silang, curah hujan, hingga kontur tanah, semua perlu diperhatikan. Denah yang baik mampu menyesuaikan diri dengan konteks sekitarnya dan menciptakan kenyamanan dengan intervensi seminimal mungkin.
Setiap keputusan dalam merancang denah selalu berakar pada dasar pemikiran atau teori besar dari para pendahulu kita. Setidaknya, kita bisa melihatnya dari tiga pendekatan besar.
Pertama, pendekatan Beaux-Arts, pendekatan yang bisa kita lihat dalam karya-karya klasik seperti Villa Rotonda, Pantheon, hingga karya awal Frank Lloyd Wright—mengandalkan kesimetrisan, keteraturan, dan struktur yang mencerminkan kontrol manusia atas ruang. Denah dibangun atas prinsip ideologi arsitektur sebagai bahasa rasional: kiri dan kanan sama, proporsi sempurna, dan hierarki yang jelas. Ini adalah ekspresi dari keinginan manusia untuk menciptakan tatanan, sistem, dan makna yang konsisten dalam bangunan.
Kedua, pendekatan fenomenologis, pendekatan yang banyak diusung oleh arsitek seperti Peter Zumthor, Alvar Aalto di brione tomb, hingga di Indonesia oleh Eko Prawoto. Prinsip ini mengajak kita untuk merancang berdasarkan pengalaman indra. Denah menjadi cara untuk menyusun pengalaman: dari langkah demi langkah, ruang demi ruang, lapisan demi lapisan. Ruang menjadi hidup karena ia disentuh oleh lima indera, merespons suara, cahaya, suhu, bau, hingga tekstur. Denah menjadi narasi perjalanan yang kaya makna, yang terbuka terhadap interpretasi dan kepekaan pengguna.
Ketiga, pendekatan berbasis prefabrikasi dan sistem industri. Dalam konteks ini, denah dibentuk atas landasan materialitas, modularitas, keterbatasan sistem konstruksi, dan efisiensi biaya. Ukuran standar seperti 2 meter, 4 meter bukan sekadar angka—mereka adalah hasil dari logika produksi massal, efisiensi tenaga kerja, dan optimalisasi material. Arsitektur menjadi kolaborasi antara kreativitas dan teknologi.
Tiga pendekatan ini bukan untuk dibandingkan atau dipisahkan, melainkan untuk dipahami secara menyeluruh. Tidak ada yang lebih benar atau lebih unggul. Dalam setiap kemanusiaan, ada sejarah arsitektur. Dalam setiap langkah dan ruang, ada jejak pengalaman dan indera. Dan dalam setiap proses membangun, ada peran teknologi dan efisiensi material. Sehingga ketiga pendekatan ini saling mewarnai satu sama lainnya.
Karena itu, merancang denah bukan hanya tentang menggambar ruang. Proses perancangan menjadi cara merespon, membaca dan menjawab tantangan masa lalu, kini dan depan. Sebuah upaya untuk menjembatani kebutuhan manusia, nilai budaya, dan kemampuan teknis dengan cermat dan penuh empati.
Bila teman-teman tertarik mendalami topik ini lebih jauh, mari belajar bersama di Omah Library. Untuk pendaftaran bisa melalui link berikut bit.ly/KELASOMAH_2025
Bagaimana Membuat Denah?
Sabtu, 14 Juni 2025
Pukul 13.00-15.00 WIB
Offline
di OMAH Library – Guha the Guild
(Taman Villa Meruya F2 No. 15-16, Tangerang)
Informasi lebih lanjut: +6281517970213 (WA Chat)
#SpacePlanning #Denah #Arsitektur #WorkshopArsitektur #OMAHLibrary
Tentang OMAH Events lainnya di bawah ini:







