Dalam kehidupan sehari-hari, kolaborasi antar generasi sering kali terjadi tanpa kita sadari. Di dalam studio kami proses tersebut berjalan hingga hubungan antara arsitek muda, arsitek senior, hingga principal kami terajut secara natural. Proses tersebut menghubungkan kreativitas dan membuka pemikiran, untuk memantik hal-hal baru, mendorong perkembangan generasi muda yang memiliki pemikiran dalam dan matang, serta generasi tua yang memiliki semangat muda. Menurut Pak Faried, studio culture yang tepat dapat mendukung proses pewarisan kekhasan desain sebuah studio ke generasi selanjutnya.
Diskusi dengan Pak @fariedms di @omahlibrary kemarin dibuka dengan cerita nostalgia Pak Faried ketika mengisi kelas Bittersweet Memories in Design Experience, OMAH Library beberapa tahun yang lalu dengan membawakan tema multi-generasi hingga multi-disciplinary pada arsitektur. Di pertemuan kali ini, Pak Faried melanjutkan ceritanya bahwa pada awal perjalanan ia bergabung dengan Hadiprana Design Consultant beliau kesulitan melihat batas antara arsitektur, desain interior, dan seni rupa, baginya semua terlihat seperti satu kesatuan. Jika dilihat lebih dalam memang karya arsitektur memiliki banyak detail-detail dari ilmu disiplin lain, seperti desain interior, MEP, plumbing, lighting, dan karya seni. Maka dari itu, keterbukaan diri terhadap lingkungan yang lebih luas lagi dalam mempelajari ilmu arsitektur dari disiplin ilmu lain menjadi penting. Semakin cepat kita mengasah kepekaan kita di segala aspek, kita akan semakin terlatih untuk tidak bekerja sekedarnya, melainkan melakukan dengan penuh cinta, kemudian setiap yang kita kerjakan bisa masuk ke hati kita, sehingga kita benar-benar mengetahui apa yang sedang kita pelajari. Menurut Pak Faried, di dalam berkarya kita perlu memiliki kacamata untuk melihat sesuatu dengan baik dan benar.
Hadiprana menjadi satu-satunya perusahaan tempat Pak Faried mengembangkan karirnya. Seluruh jenjang keprofesian arsitek beliau alami di studio ini, dari arsitek muda, madya, senior architect, principal & design director, hingga kini Pak Faried telah pensiun dan menduduki posisi sebagai Design Strategic Partner. Selama puluhan tahun pengalaman profesional, ia sering kali ditanya mengapa ia masih tetap berkarya di bawah naungan Hadiprana Design Consultant. Ia kemudian merefleksikan tiga elemen kunci yang menjadi landasan mengapa dirinya dan banyak orang dapat bertahan lama dalam suatu perusahaan, yaitu suasana kerja yang baik, pengembangan karir, dan finansial. Menurut beliau selama ketiga hal tersebut terpenuhi, maka tidak ada alasan untuk tidak bertahan.
Sebelum mendesain sebuah proyek, ada kebiasaan di Hadiprana untuk analisis tapak dengan cara menginap di site kurang lebih 1 minggu. Selain itu, setiap sore tim Hadiprana juga memiliki pertemuan dengan komunitas seniman, berdiskusi untuk menciptakan produk-produk seni seperti ukiran, lukisan, dan patung yang akan dimasukkan ke dalam proyek yang sedang dikerjakan. Menurut Pak Faried, arsitektur Hadiprana berdiri bersama dengan karya seni, sehingga cerita dari proses kreatif proyek bisa sedemikian mendalamnya. Pak Faried percaya bahwa sebuah proyek harus memiliki cerita yang ingin disampaikan atau konsep yang jelas sebelum menuju tahap sketsa, selain itu juga perlu mempertimbangkan aspek fungsionalitas, kontekstualisasi, hadirnya elemen seni, dan sentuhan kekhasan Indonesia.
Melihat beberapa budaya studio tersebut, ada beberapa proses yang menurut Pak Faried menguatkan kualitas desain pada proyek-proyek Hadiprana, misalnya sesederhana memastikan layout ruang-ruang di awal, kemudian memastikan desain interior yang sangat melekat dengan penghuni. Terdapat proses belajar tentang totalitas dan sensitivitas terhadap desain yang skalanya kecil dan detail, baru kemudian dilanjutkan ke desain arsitektural. Jadi, berangkat dari sensitivitas detail, lalu dibawa ke sensitivitas yang general. Pak Faried juga menekankan bahwa dalam perjalanan panjang sebuah biro arsitektur seperti Hadiprana Design Consultant, menjaga benang merah desain juga menjadi tantangan tersendiri.
Pembahasan terkait benang merah diperdalam lagi melalui sesi diskusi Bittersweet kali ini, mulai dari benang merah personal, benang merah proses desain dan eksekusi, hingga benang merah ekosistem arsitektur. Pertanyaan personal ditanyakan oleh Darwis: “Dalam kecintaan Bapak terhadap seni, cerita-cerita Bapak yang filosofis untuk melatarbelakangi arsitektur yang bapak ciptakan, dan kecintaan bapak pada arsitektur sendiri yang membawa bapak sampai sekarang, kira-kira seberapa jauh andil keluarga dan latar belakang Bapak di sana?” Kemudian Pak Faried menjawab, “Saya berutung sih punya orang tua yang bukan arsitek. Ayah saya sarjana hukum, ibu saya dokter, kedua profesi itu sama-sama kuat, dan biasanya bisa menurun ke anaknya. Dokter kolegialnya kuat, kakek saya juga dokter, untungnya kakak saya juga jadi dokter, jadi sudah terputus di kakak saya dan saya bisa lebih bebas. Tapi dari keduanya ada sebuah benang merah, ibu saya suka melukis, ayah saya gambarnya juga keren, pengaruhnya adalah mereka membebaskan saya untuk memilih apapun. Sehingga saya memilih menjadi arsitek. Lalu kebetulan istri saya juga arsitek, kita bertemu di Hadiprana, dan dia bisa memahami ketika saya pulang larut atau bahkan pagi. Sekarang saya punya anak arsitek juga, dan harapannya dia bisa memahami saya juga. Nah, kembali ke pertanyaan tadi, pasti ada pengaruh dari keluarga dan latar belakang. Tapi poinnya bukan kesamaan profesi, melainkan bagaimana kita diberi kebebasan untuk melakukan apa yang kita mau, dan tugas kita untuk menunjukkan bahwa kebebasan itu kita pertanggungjawabkan.”
Selain berdiskusi tentang sisi personal, ada pertanyaan dari Gabriela terkait proses perancangan dan eksekusi desain, “Saya tertarik dengan cerita metode mendesain di Hadiprana, polanya dimulai dari mendesain ruang dalam kemudian ke luar. Yang membuat saya penasaran, apakah semua bisa memahami dan menerima itu, atau mungkin ada client yang datang dengan membawa moodboard mereka? Menyikapi hal seperti itu, apakah Hadiprana meng-encourage client-clientnya untuk memulai dari dalam dulu atau ada desain Hadiprana yang mengikuti pola client, dari desain luar baru ke ruang-ruang di dalamnya?” Pak Faried menjawab, “Jadi sebenarnya di Hadiprana itu berimbang, dari luar ke dalam ataupun sebaliknya. Saya meng-highlight hal tersebut karena agak jarang dilakukan di biro-biro lain. Sebagai seorang arsitek, ketika kita bisa menguasai interior juga, kita sebenarnya memiliki kelebihan untuk berimbang. Di aspek luaran ada banyak sekali problematika seperti iklim, tetangga, dsb. Tapi desain di dalamnya yang lebih penting karena terkait langsung dengan pengguna. Pada saat brainstorming kita pasti berangkat dari pola hidup client, karakternya, hubungan luar, dsb, baru kemudian desain luarnya itu packagingnya. Jadi dengan memahami interior kita jadi punya banyak entri poin untuk berdiskusi dengan client, dan ketika ada subkon interior mereka akan lebih enak kerjanya karena kita paham.”
Dengan pengalaman Pak Faried selama kurang lebih 30 tahun di Hadiprana, ada pertanyaan dari Realrich Sjarief terkait ekosistem dan budaya di Hadiprana, “Bagaimana caranya Om Heng (Hadiprana) melompat cepat untuk menemukan design guideline (yang mana itu sangat sulit untuk dilakukan), jadi supaya bisa diikuti, sehingga timnya memiliki ruang gerak sampai Pak Faried bisa di situ sampai 30 tahun. Dan desain guideline tidak mudah ketemu sampai 65 tahun usia biro Hadiprana, dan itu cukup relatif fleksibel tapi juga mengikat. Nah itu apa saja parameternya, Pak? Dan bagaimana caranya beliau bisa menemukannya, apa yang beliau lakukan?”
Pak Faried menjawab, “Kalau Om Heng itu sebenarnya seseorang yang sangat persisten. Yang pertama saya lihat adalah dari apa yang dia lakukan bukan dari apa yang dibicarakan. Jadi, yang dibicarakan beliau itu sebenarnya ya apa yang beliau lakukan. Kan, ada orang-orang yang punya jargon, tapi prakteknya tidak seperti itu. Jadi begitu beliau bilang unik, eklektik, kontemporer, beliau contohnya ‘Maksud saya eklektik itu seperti ini, unik seperti ini.’ Dan hal itu beliau sampaikan bisa ratusan kali sembari memberikan contoh. Dan dia sosok yang senang sekali memuji karya orang lain. Menurut saya kebesaran seorang arsitek itu ketika ia bisa memuji karya orang lain, itu another levelnya arsitek. Ketika kita memuji karya orang lain, sebenarnya kita sedang membuka diri untuk memperkaya pemahaman kita. Akhirnya, saya buatkan guideline, supaya setiap orang yang baru masuk di Hadiprana bisa membaca itu dan ada contohnya. Setiap ada anak baru juga pasti selalu saya ajak ke rumahnya Om Heng meskipung beliau sudah meninggal, karena dari situ kita bisa melihat hal-hal yang personal dan kebiasaan beliau diterjemahkan ke dalam ruang. Nah, kita tinggal bermain di koridor tersebut sembari adaptif terhadap perkembangan zaman. Kita tidak memaksakan satu gaya tertentu pada setiap proyek. Kita perlu perlu puka untuk membuka diri, membuka tutup botol, sehingga nantinya bisa diisi dengan minuman yang lain. Selain itu, Om Heng sering berpesan bahwa seorang arsitek harus pintar berstrategi dan berkomunikasi dalam menjawab kebutuhan client sehingga desain yang kita buat mengena di hati klien dan pengguna.”
Dari materi yang disampaikan Pak Faried dan diskusi dengan peserta, dapat disimpulkan bahwa perjalanan panjang berarsitektur memerlukan kolaborasi yang berkelanjutan. Karena selain hal-hal teknis yang perlu kita kuasai sebagai arsitek, ada juga elemen-elemen lain yang membuat sebuah biro arsitektur bisa bertahan lama. Menurut refleksi Pak Faried, bisa ditarik kesimpulannya bahwa selama 65 tahun Hadiprana Design Consultant berdiri, Hadiprana berhasil menemukan DNA desainnya, menata sistem manajemen, menyusun proses suksesi timnya, serta merajut ekosistem di internal maupun eksternal. Kesetiaan serta keterlibatan Pak Faried selama kurang lebih 30 tahun, membuat dirinya menjadi titik vital yang menghubungkan benang merah multigenerasi di Hadiprana. Hal tersebut juga mengantarkannya pada jabatan yang lebih dari sekedar teknis, yaitu sebagai “Design Strategic Partner”. Kini ia berperan dalam memastikan keberlangsungan biro, dari mulai proses recruitment, hingga strategi dalam menghadapi tantangan regenerasi dan menyesuaikan diri dengan generasi muda yang memiliki dinamika kerja lebih cepat. Sehingga penting untuk menciptakan ekosistem yang membuat seseorang berkembang tanpa merasa terkekang.
Setelah Pak Faried pensiun, ia kemudian memilih berputar balik menemukan “The New Beginning”-nya, ia berpraktik dengan mengambil proyek-proyek yang lebih personal seperti rumah, untuk menuangkan kembali kecintaannya arsitektur melalui sketsa. Setelah perjalanan panjang yang ia lalui, Pak Faried berpesan bahwa penting untuk memiliki hobi atau hal lain yang kita kerjakan di luar pekerjaan utama kita. Yang dulunya pintar belum tentu sukses, yang dulunya biasa-biasa saja belum tentu tidak sukses, karena dari hal yang kita cintai suatu saat kita akan menemui proses “The New Beginning” diri kita masing-masing.
@fariedms
@omahlibrary
@guhatheguild
#rumaharsitekturindonesia#omahlibrary#guhatheguild#ArchitecturalDiscussions#librarydialoguehub#architecturestudentlife#jakarta#indonesia
Tentang OMAH Events lainnya di bawah ini:









